Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Ilustrasi: Aktivis saat demonstrasi mahalnya biaya pendidikan |
Sebagai salah satu Negara berkembang di dunia, Indonesia menaruh harapan besar akan peran
bidang pendidikan. Melalui pendidikan, diharapkan muncul generasi-generasi
penerus bangsa yang unggul. Sehingga nantinya, mereka lah yang akan membawa
negeri ini menuju kehidupan yang lebih baik. Sekilas nampaknya tujuan di atas
sederhana, tetapi sesungguhnya sangatlah kompleks, apalagi jika berkaitan
dengan masalah-masalah yang seringkali muncul dalam penerapannya sendiri. Dia
antaranya adalah, polemik yang menyertai pelaksanaan UN, masih belum meratanya
jumlah guru, fasilitas, dan kualitas pendidikan terutama di daerah terpencil,
biaya pendidikan yang semakin mahal, serta aksi anarkis di kalangan anak
sekolah yang masih saja bermunculan di Indonesia. Melihat sekilas kondisi
pendidikan di Indonesia, tidaklah heran jika kualitas pendidikan di Indonesia
masih kalah jika dibandingkan dengan sesama negara-negara Asia Tenggara lainnya
seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Pada tahun 2010 saja Indonesia hanya
menduduki peringkat 108 dari 169 negara dalam Human Development Index
(Setyaningrum, Didaktik 2011:37). Bisa dibilang sedikit banyak hal tersebut
disebabkan adanya permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia itu
sendiri.
Masalah yang pertama
adalah seputar pelaksanaan UN. Dengan tujuan meningkatkan kualitas lulusan, UN
dilaksanakan. Namun, ternyata dalam penerapannnya, UN masih mempunyai
kekurangan yang apabila tidak disikapi dengan benar dan bijak, justru akan
menjadi bumerang bagi anak didik itu sendiri. Kita pasti sudah mendengar berita
tentang sekolah di mana siswanya diperbolehkan untuk mencontek dengan tujuan
agar nilai UN nya lulus. Ada juga seorang siswa yang dikucilkan, hanya karena
keberatan memberikan contekan pada saat UN. UN yang seharusnya menjadi ajang
untuk menguji kemampuan diri, telah berubah menjadi ajang contek-mencontek.
Suatu ironi yang harus segera dihapus, karena memperbolehkan apalagi mengajari
siswa mencontek, sama dengan membohongi dan membodohi siswa. Apalah artinya
nilai tinggi, jika sebenarnya itu bukanlah hasil jerih payah mereka sendiri.
Belum lagi jika melihat fakta bahwa pada awalnya nilai hasil UN dijadikan
sebagai persyaratan mutlak kelulusan siswa. Siswa yang tidak lulus UN, berarti
ia tidak lulus sekolah meskipun ia mempunyai nilai akademik harian dan prestasi
yang bagus. Kita pasti pernah mendengar tentang anak berprestasi yang tidak
lulus sekolah karena tidak lulus UN. Selanjutnya, jika kita lihat lebih jauh
lagi, soal UN sama. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah setiap anak
mempelajari materi sehari-hari yang sama?. Permasalahannya adalah jika apa yang
mereka pelajari selama ini terdapat perbedaan, meskipun secara umum sama.
Inilah yang menjadikan kendala UN yang lain. Namun, seiring dengan berjalannya
waktu, muncul kebijakan lain yang menyatakan bahwa nilai rapor siswa juga
dijadikan sebagai syarat kelulusan.
Permasalahan
berikutnya adalah keterbatasan jumlah guru di daerah terpencil. Sedikit banyak,
gambaran pendidikan dalam film Laskar Pelangi tampaknya masih menjadi teman
akrab dunia pendidikan Indonesia. Pada jaman yang sudah maju dan modern seperti
sekarang, jangan terkejut apabila kita menemui sebuah sekolah yang hanya diajar
oleh satu, dua orang guru saja. Tidak hanya itu, kompetensi guru di sana pun
kemudian menjadi satu keterkaitan dengan keadaan tersebut. Belum lagi
membicarakan tentang fasilitas pendidikan yang masih kurang di sana. Hal
tersebut berdampak pada materi yang diajarkan tidak dapat tersampaikan secara
maksimal kepada siswa. Tidak jarang pula para siswa di sana harus menempuh
jarak berpuluh-puluh kilo meter untuk bersekolah. Belum lagi medan sulit yang
harus mereka lalui yang terkadang membahayakan nyawa mereka. Jadi jangan heran
apabila kemampuan kebanyakan siswa di sana dalam menguasai mata pelajaran
kurang apabila dibandingkan dengan kemampuan siswa yang bersekolah di daerah
yang sudah maju. Meskipun sebenarnya kecerdasan mereka sama seperti anak
lainnya. Namun, yang mengagumkan adalah semangat mereka yang tidak pernah surut
untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan mewujudkan cita-cita mereka. Yang
unik adalah beberapa daerah tersebut sesungguhnya memiliki potensi sumber daya
alam yang sangat kaya, jadi sungguh suatu ironi jika melihat kondisi pendidikan
yang seperti itu.
Selanjutnya adalah
biaya pendidikan yang semakin hari semakin mahal. Jadi tidak heran apabila
masih banyak anak yang putus sekolah. Pada saat Pemilu, kita pasti sudah tidak
asing lagi dengan janji para calon untuk membangun atmosfer pendidikan yang
kondusif, misalnya dengan sekolah murah atau bahkan gratis. Sebenarnya sah-sah
saja melakukan hal tersebut, namun pengaplikasiannya pun harus sesegera
mungkin. Lagipula, sebaiknya politik dan pendidikan tidak dicampur. Dengan kata
lain, jangan sampai pendidikan ditunggangi kepentingan politik. Sebenarnya
pemerintah telah menyediakan BOS bagi para siswa SD hingga SMP, namun dalam
penerapannya, terdapat beberapa masalah yang menyertai, seperti misalnya
penyelewengan dana BOS, sehingga dana BOS belum bisa dinikmati secara maksimal
oleh siswa. Munculnya UU BHP juga ditengarai semakin menegaskan akan biaya
pendidikan yang semakin mahal, namun pada akhirnya UU BHP pun dibatalkan oleh
MK pada tahun 2010. Meskipun begitu, tetap saja sebagian kalangan menengah ke
bawah terkena dampak dari semakin mahalnya biaya pendidikan. Banyak di antara
mereka yang putus sekolah.
Sebenarnya, bukanlah
perkara sulit atau mudah, namun ada tidaknya keinginan dari pihak terkait untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam hal ini adalah pemerintah
dan tentunya seluruh masyarakat Indonesia, karena pendidikan merupakan hal yang
sangat esensial, jadi diperlukan suatu upaya maksimal dalam menangani
masalah-masalah yang terjadi terkait dengan pendidikan itu sendiri. Ada
beberapa cara yang dapat menjadi solusi bagi masalah-masalah di atas yakni
sebagai berikut.
Pertama, dalam
mengatasi polemik UN, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Kita seharusnya
menyadari bahwa di samping kekurangan-kekurangannya, pelaksanaan UN memiliki
sisi positif. Di antaranya adalah mendorong siswa untuk lebih belajar giat,
karena mereka akan termotivasi oleh standar kelulusan UN yang telah ditetapkan.
Apalagi batas kelulusan tersebut semakin meningkat setiap tahunnya, maka siswa
pun dituntut untuk belajar semakin giat. Untuk meraih kesuksesan dalam
pelaksanaan UN, sesungguhnya bukan hanya seberapa tinggi nilai UN siswa, namun
seberapa jujurkah mereka dalam menjalani UN. Tanpa kejujuran dan kerja keras
dari berbagai pihak, maka mustahil pelaksanaan UN dapat berhasil. Selain itu,
sebaiknya guru tidak hanya terpaku pada pemberian materi guna mempersiapkan UN
itu sendiri, namun juga memberikan dorongan melalui motivasi dan pikiran
positif, sehingga meskipun siswa dituntut untuk lulus, beban psikologis mereka
sedikit berkurang dengan dukungan yang mereka dapatkan.
Kedua, solusi untuk
masalah pendidikan di daerah terpencil misalnya dengan turut menyukseskan
program pemerataan pendidikan yang digagas oleh pemerintah berpuluh-puluh tahun
lalu, dan seharusnya ditindaklanjuti dengan memberikan sumbangan baik moril
maupun materiil. Contohnya, di daerah terpencil yang kaya akan tambang.
Sebaiknya, perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut turut
memperkerjakan masyarakat setempat dengan layak, sehingga kesejahteraan
masyarakat sekitar juga turut meningkat. Hal ini berimbas pada kemampuan mereka
dalam mendapatkan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Selain itu, perlu
adanya kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan swasta dalam membangun
fasilitas pendidikan yang memadai, misalnya gedung sekolah, dan fasilitas
lainnya demi menunjang kegiatan belajar mengajar di sana. Apabila fasilitas dan
akses sudah memadai, penyebaran tenaga guru pun dapat lebih mudah dilakukan.
Singkat kata, pemerataan pendidikan dengan segala aspeknya menjadi harga mati
jika ingin setiap anak mempunyai kesempatan yang sama untuk mengenyam
pendidikan yang lebih baik. Selain itu kesejahteraan guru juga patut untuk
diperhatikan. Kita pasti sudah mendengar tentang berita seorang guru yang
terpaksa harus menjadi pemulung atau tukang ojek untuk menyambung kehidupannya
karena gajinya yang tidak seberapa. Apabila kesejahteraan mereka sudah
tercukupi, mereka tidak perlu melakukan hal tersebut. Pelaksanaan sertifikasi
bisa dijadikan solusi. Selain itu, guru yang bertugas di daerah terpencil pun
diberi tambahan tunjangan. Sebaiknya bukan hanya kesejahteraan guru yang
menjadi PNS saja yang harus diperhatikan, tapi juga guru swasta.
Adapun solusi untuk
mengatasi biaya pendidikan sekolah yang semakin mahal yaitu juga dengan
melibatkan semua pihak untuk saling bekerja sama. Kerja sama ini dapat
diwujudkan misalnya dengan melalui pemberian beasiswa kepada mahasiswa
berprestasi dan tidak mampu, mendirikan sekolah gratis yang khusus menyaring
siswa tidak mampu ataupun mendirikan lembaga lain misalnya rumah singgah,
sekolah alam, dsb.
Selanjutnya, yang
juga harus diperhatikan adalah pengawasan penggunaan dana BOS. Dalam hal ini,
sangat diperlukan peranan komite sekolah. Apabila penggunaan dana BOS
transparan, maka kemungkinan penyelewengannya pun kecil, sehingga semakin
banyak pula dana yang bisa dimanfaatkan untuk membiayai pendidikan mereka yang
membutuhkan. Sehingga paling tidak tujuan wajib belajar 9 tahun pun tercapai.
Apabila semua pihak
menyadari dan turut berperan serta dalam pendidikan bangsa ini, maka harapan
untuk menjadikan pendidikan di negeri ini lebih baik pun semakin terbuka lebar.
Karena sesungguhnya pendidikan adalah hak setiap anak bangsa untuk mewujudkan
negeri yang sejahtera, hari ini, esok, dan selamanya.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Reviewed by Unknown
on
22.59.00
Rating:
Tidak ada komentar