Perlunya Kebijakan Pengembangan SMK
Ilustrasi |
Peran pendidikan kejuruan sangat
sentral dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan mandiri
seperti diatur dalam pasal 15 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003. Meskipun peran tersebut baru diatur dalam UUSPN
2003, namun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sejak tahun 1993/1994 melaksanakan
suatu program yang disebut dengan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Program PSG
sangat popular dikalangan guru SMK, industri, sampai di pemerhati pendidikan.
Pasalnya PSG sebagai program yang melaksanakan pembelajaran di dua tempat yaitu
di sekolah dan industri yang memiliki ke-khas-an tersendiri. Program ini pada
dasarnya menitikbertkan kepada pembelajaran berbasis kerja yang lebih dikenal
dengan Work-base Learning seperti
yang diharapkan dunia usaha dan dunia industri.
Menurut Matondang dalam karyanya
menjelaskan bahwa kenyataan menunjukkan Pendidikan Kejuruan yang selama
ini dilaksanakan mempunyai disparitas yang sangat mencolok antara kemampuan
yang diharapkan dunia kerja dengan lulusan yang dihasilkan dunia pendidikan
khususnya pendidikan kejuruan. Permasalahan ini tentunya menjadi pertanyaan apa
sebenarnya yang menjadi persoalan sehingga keadaan tersebut terjadi. menurut Pardjono
dalam makalahnya menyatakan bahwa sampai saat ini SMK menjadikan dunia usaha
dan dunia industri sebagai tempat praktik siswa karena masih banyaknya SMK yang
belum memiliki peralatan dan bahan yang cukup untuk memenuhi standar kompetensi
atau tujuan yang ditentukan dalam kurikulum. Industri sebagai tempat magang (apprenticeship)
diangap sistem yang cukup efektif untuk mendidik dan menyiapkan seseorang untuk
memperdalam dan menguasai keterampilan yang lebih rumit. dan juga industri
dijadikan sebagai tempat belajar manajemen industri dan wawasan dunia kerja
industri.
PSG yang dilaksanakan sebagai program
adaptasi dari pendidikan kejuruan di Jerman, belum dapat berjalan secara
optimal disebabkan berbagai faktor antara lain belum maksimalnya kerjasama antara
pemerintah, industri dan sekolah. Hal ini menyebabkan siswa SMK kurang
menikmati belajar di dunia usaha atau dunia industri. Berbeda dengan konsep PSG
yang dipergunakan di Jerman, menurut Matondang dalam karyanya bahwa siswa-siswa sangat
menikmati belajar dengan mengalami dua pengalaman yang saling mendukung yaitu
belajar dan bekerja. Setiap siswa dari Pendidikan Kejuruan sudah mengerti
dengan apa yang dia pelajari dan bagaimana penerapannya di dunia kerja. Apa
yang dipelajari di sekolah merupakan kondisi aktual yang ada di Industri atau
usaha. Perhatian daripada Industri untuk meningkatkan kualitas daripada lulusan
pendidikan kejuruan merupakan salah satu faktor keberhasilan pendidikan mereka.
Pendidikan bagi mereka adalah berorientasi pada kerja. Sehingga tanggungjawab
pembentukan kualitas lulusan merupakan tanggungjawab bersama. Secara eksplisit
tidak pernah ada Undang-Undang atau aturan yang mewajibkan Dunia usahan dan
industri untuk memperhatikan pendidikan itu. Akan tetapi mereka merasa
bertanggungjawab, karena memang mereka membutuhkan kualitas tenaga kerja yang
baik yang dihasilkan oleh pendidikan untuk mendukung proses produksi dan
pengembangan mereka.
Apabila melihat kembali kebijakan
pemerintah yang akan meningkatkan komposisi jumlah SMK terhadap SMA menjadi
70%:30%, dengan harapan semakin meningkatnya jumlah peserta didik yang akan
dibina menjadi tenaga kerja siap pakai tentunya akan menghadapi berbagai
tantangan. Dari sisi kuantitas dari tahun ke tahun pendidikan kejuruan (SMK)
mengalami perkembangan yang diiringi dengan meningkatnya jumlah siswa. SMK
berkembang menjadi lembaga kejuruan yang mempunyai peran sentral dalam
penyediaan tenaga-tenaga yang terampil dan teknisi tingkat pertama. Sementara
program PSG yang menjadi dasar dari pada pelaksanaan SMK terkendala dengan
ketersediaan dunia usaha dan dunia industri yang dijadikan tempat latihan
(prakerin). Ini tentunya akan berdampak kepada kualitas lulusan SMK yang
sebenarnya diharapkan dapat bekerja dan akan menjadi salah satu pendorong
meningkatnya pertumbuhan ekonomi Negara.
Terdapat lima kunci keberhasilan
mengembangkan pendidikan kejuruan di Jerman Matondang (2011) yaitu; Pertama
Cooperation of government and industry,
pemerintah bersama dengan industri mendesain kerangka pendidikan kejuruan dan
demikian juga pelatihan. Kerjasama dapat mencakup pembiayaan dan pengembangan
kurikulum dan implementasinya, serta bersama-sama melaksanakan assessment proses dan lulusan pendidikan
kejuruan dan juga sertifikasi kompetensi yang mencerminkan harapan kualitas
lulusan dengan tuntutan kompetensi sesuai standar yang berlaku di Industri. Kedua
Learning within the work process, dengan
menciptakan kemampuan kerja para lulusannya yang adaptif dengan dunia
industri yang mereka miliki sesuai tujuan pendidikan kejuruan di Jerman.
Pendidikan berorientasi kerja mengharuskan siswa melakukan kegiatan pendidikan
atau pelatihan kejuruan belajar di dua tempat pembelajaran yaitu di sekolah dan
di industry melalui desain dan sinergitas yang baik. Ketiga, Acceptante of national standards yang
merupakan penerapan standar nasional, sehingga untuk memenuhi kualifikasi
standar lulusan yang akan memasuki pasar kerja, mereka menerapkan standar
assessment yang benar-benar ketat. Keempat, Qualified vocational education and training staff yaitu kualifikasi
tenaga pendidikan kejuruan adalah salah satu pondasi untuk kualitas. Para
tenaga pendidik kejuruan harus menguasai dan memahami konsep Pedagogik Kejuruan
(Berufspädagogik). Dengan memahami
dari konsep Pedagogik Kejuruan para Guru (tenaga kependidikan kejuruan) mampu
mendesain strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Kelima,
Institutionalized research and career
guidance tersedianya
instistusi Penelitian Pendidikan Kejuruan (Berufsbildung)
dan Konsultasi Karir. Mereka berfungsi untuk terus melakukan penelitian
yang berguna bagi pengembangan pendidikan kejuruan dan pasar kerja. Penelitian
melibatkan Pemerintah, pelaku Ekonomi, sehingga pendidikan kejuruan yang
melibatkan sekolah dan industri juga dapat menerapkan strategi nyata dalam
proses pembelajaran (Lernprozess).
Hasilnya juga digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep pembelajaran baru (Lernkonzepte).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dan
kenyataan yang terjadi dalam penanganan pendidikan kejuruan (SMK), tentunya hal
ini dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dalam mengembangkan pendidikan.
Dalam konteks otonomi daerah, pengembangan pendidikan kejuruan memiliki peluang
yang besar dan sangat strategis. Pemerintah daerah lebih memiliki hubungan yang
dekat dengan penguasaha di daerahnya sehingga dapat membangun kerjasama yang
baik dalam menciptakan tenaga kerja yang berasal dari SMK. Oleh karena itu
pengembangan SMK memerlukan kebijakan pemerintah dalam menyikapi hal ini, agar
nantinya SMK benar-benar dapat menjadi pendukung utama dalam menyediakan tenaga
kerja terampil sebagai salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi bangsa.
oleh: Sugiyanto
Perlunya Kebijakan Pengembangan SMK
Reviewed by Unknown
on
16.12.00
Rating:
penyebab banyaknya statistik yang menunjukkan tingkat pengangguran SMK di Indonesia mungkin disebabkan mental yang kurang dari para siswanya, selain itu kebijakan dari pihak pemangku kebijakan kurang dimaksimalkan.
BalasHapusTerimakasih telah mengutip tulisan saya tentang 5 Kunci Sukses Pengembangan Pendidikan Kejuruan di Republik Federal Jerman di Kompasiana Tahun 2011, kiranya bermanfaat bagi pengembangan pendidikan kejuruan. Mujur Matondang
BalasHapus